Alfabet Dalam Penulisan Bahasa Indonesia

Alfabet bahasa Indonesia modern adalah alfabet yang digunakan secara luas dalam bahasa Indonesia hingga saat ini. Alfabet bahasa Indonesia terdiri dari 26 huruf alfabet Latin dasar ISO tanpa diakritik apapun. Alfabet bahasa Indonesia juga mengenal beberapa dwihuruf, yang terbagi dalam konsonan ganda (ng, ny, kh, dan sy), monoftong (eu), dan diftong (ai, au, ei, dan oi), untuk menuliskan bunyi lafal yang ada dalam bahasa Indonesia tetapi tidak tersedia dalam alfabet Latin dasar. Namun semua dwihuruf tersebut tidak dianggap sebagai huruf terpisah dalam bahasa Indonesia.

Alfabet bahasa Indonesia pada saat ini menggunakan sistem ortografi Ejaan yang Disempurnakan (EYD) edisi kelima, yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) No. 0424/I/BS.00.01/2022.[1] Alfabet bahasa Indonesia dapat ditulis dalam berbagai macam gaya penulisan, termasuk gaya huruf lepas dan huruf tegak bersambung yang umum dikenal di Indonesia.

Bahasa Indonesia menggunakan sistem alfabet yang diadopsi dari alfabet bahasa Belanda dengan beberapa perubahan fonem sepanjang dan setelah kolonialisme Belanda. Ortografi bahasa Indonesia merupakan ortografi fonemik, yakni setiap grafem (terutama huruf) melambangkan persis satu fonem (bunyi huruf), meskipun tidak sepenuhnya demikian karena adanya alofon dan pengecualian huruf e. Bahasa Indonesia jauh lebih stabil secara fonemis daripada dialek-dialek bahasa Melayu lain, termasuk bahasa Malaysia sebagai basantara di Malaysia.[2]

Alfabet bahasa Indonesia terdiri dari 26 huruf, yaitu 5 huruf vokal (a, e, i, o, dan u) dan 21 huruf konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z)

Bunyi /e/ kadang dilafalkan sebagai [ɛ], yang dianggap sebagai alofon.

Huruf q jarang digunakan di Indonesia, karena umumnya diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi huruf k. Huruf ini tetap diserap demikian bila kata yang mengandungnya khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan bidang tertentu.

Huruf x yang terletak di awal kata diucapkan sebagai /s/.

Selain itu, terdapat pula beberapa dwihuruf yang tidak dianggap sebagai alfabet yang terpisah.

Halaman ini berisi artikel tentang bentuk modern. Untuk bentuk kuno, lihat

Alfabet Yunani (bahasa Yunani Kuno: Ἑλληνῐκό ἀλφάβητος, translit. Hellenĭkó alfábetos; bahasa Yunani: Ελληνικό αλφάβητο, translit. Elli̱nikó alfávi̱to) adalah sebuah alfabet yang terdiri dari 24 huruf yang telah digunakan untuk menuliskan bahasa Yunani sejak akhir abad ke-9 SM atau awal abad ke-8 SM.[2] Alfabet Yunani merupakan alfabet tertua yang masih digunakan secara terus-menerus hingga sekarang. Huruf-huruf ini juga digunakan untuk mewakili angka Yunani sejak abad ke-2 SM.

Di bawah ini adalah sebuah tabel yang menampilkan huruf-huruf Yunani, juga bentuknya ketika dijadikan huruf Romawi. Tabel ini juga menyediakan bentuk huruf Fenisia yang diambil oleh setiap huruf Yunani. Pengucapan dijelaskan dengan Alfabet Fonetis Internasional.

Perlu dicatat bahwa pengucapan klasik yang diberikan di bawah ini adalah pengucapan di Attika pada akhir abad ke-5 SM hingga awal abad ke-4 SM (sebelum Periode Helenistik yang dibawa oleh Aleksander Agung yang memopulerkan bahasa Yunani Koine).

^1 Hanya digunakan di tengah kata. ^2 Hanya digunakan di akhir kata.

Selama Peradaban Mikenai, pada abad ke-16 hingga ke-12 SM, aksara Linear B digunakan untuk menulis bentuk bahasa Yunani tertua yang diketahui. Aksara tersebut lalu terakhir muncul pada abad ketiga belas SM, tidak ada kaitan ataupun hubungan kerabat dengan alfabet Yunani. Setelah itu, masa kekosongan bukti atau melek aksara yang dikenal sebagai Zaman Kegelapan Yunani. Pada akhir abad kesembilan SM atau awal abad kedelapan SM, bangsa Yunani mulai menggunakan alfabet yang diturunkan dari dari abjad Fenisia yang umum digunakan untuk menulis bahasa Semit Barat, bangsa Yunani saat itu menyebutnya Φοινικήια γράμματα (berarti "huruf-huruf Fenisia").[5] Namun, abjad Fenisia terbatas untuk mewakili bunyi-bunyi konsonan. Ketika digunakan untuk menulis bahasa Yunani, huruf-huruf konsonan tertentu mulai bergeser untuk mewakili bunyi-bunyi vokal. Penggunaan vokal dan konsonan menjadikan Yunani sebagai jenis alfabet pertama yang diketahui, yang berbeda dengan jenis abjad untuk menulis bahasa-bahasa Semit, yang memiliki huruf-huruf hanya untuk mewakili bunyi konsonan.

Bangsa Yunani awalnya menyerap semua 22 huruf abjad Fenisia. Lima huruf diubah untuk mewakili bunyi vokal dan semivokal: /j/ (yod) dan /w/ (waw) digunakan mewakili masing-masing bunyi [i] (Ι, iota) dan [u] (Υ, upsilon); Konsonan letup celah-suara /ʔ/ (alef) digunakan mewakili bunyi [a] (Α, alfa); konsonan faringeal /ʕ/ (ʿayin) diubah untuk mewakili bunyi [o] (Ο, omikron); dan huruf untuk bunyi /h/ (he) diubah untuk mewakili bunyi [e] (Ε, epsilon). Sebuah bentuk ganda dari waw juga diserap sebagai konsonan untuk [w] (Ϝ, digama). Selain itu, huruf Fenisia untuk konsonan emfatis /ħ/ (het) diserap dalam dua fungsi berbeda oleh dialek-dialek Yunani yang berbeda: sebagai huruf untuk mewakili bunyi /h/ (Η, heta) oleh dialek-dialek yang memiliki bunyi seperti itu, dan sebagai huruf vokal tambahan untuk bunyi /ɛː/ (Η, eta) panjang, oleh dialek-dialek yang tidak memiliki konsonan napas kasar. Kemudian, huruf vokal ketujuh untuk bunyi /ɔː/ (Ω, omega) panjang juga dibuat tanpa serapan dari abjad Fenisia.

Bahasa Yunani juga memperkenalkan tiga huruf konsonan baru untuk bunyi konsonan teraspirasi dan gugus konsonannya: Φ (fi) untuk mewakili bunyi /pʰ/, Χ (khi) untuk mewakili bunyi /kʰ/, dan Ψ (psi) untuk mewakili bunyi /ps/. Dalam alfabet Yunani Kuno ragam barat, Χ malah digunakan untuk mewakili bunyi /ks/ (menjadi asal-usul huruf Xx (eks) dalam alfabet Latin) dan Ψ untuk mewakili bunyi /kʰ/.

Awalnya ada banyak ragam alfabet Yunani, yang berbeda dalam penggunaan dan non-penggunaan huruf vokal dan konsonan tambahan dan beberapa fitur lainnya. Ragam-ragam alfabet umumnya terbagi menjadi empat jenis utama menurut perlakuan yang berbeda dari huruf tambahan untuk konsonan teraspirasi (/pʰ, kʰ/) dan gugus konsonan (/ks, ps/). Empat jenis ini sering secara umum diberi label sebagai jenis "hijau", "merah", "biru muda", dan "biru tua", berdasarkan peta berkode warna dalam karya mani abad ke-19 dengan judul, Studien zur Geschichte des griechischen Alphabets oleh Adolf Kirchhoff (1867).

Jenis "hijau" (atau selatan) adalah yang paling kuno dan paling dekat dengan Fenisia. Jenis "merah" (atau barat) adalah yang kemudian disebarkan terus ke daerah Barat dan menjadi leluhur alfabet Latin, dan memiliki beberapa hal penting yang menjadi ciri perkembangan selanjutnya. Jenis "biru" (atau timur) adalah leluhur dari alfabet Yunani baku modern. Athena dan daerah sekitarnya di Attika menggunakan bentuk setempat dari jenis alfabet "biru muda" hingga akhir abad ke-5 SM, yang tidak mempunyai huruf konsonan Ξ dan Ψ serta huruf vokal Η dan Ω. Dalam ragam Attika, digraf ΧΣ mewakili bunyi /ks/, dan digraf ΦΣ mewakili bunyi /ps/. Ε digunakan untuk tiga bunyi /e, eː, ɛː/ (sesuai dengan Ε, ΕΙ, Η pada zaman Klasik), dan Ο digunakan untuk mewakili bunyi /o, oː, ɔː/ (masing-masing sesuai dengan Ο, ΟΥ, Ω pada zaman klasik). Huruf Η (heta) digunakan untuk mewakili bunyi /h/. Beberapa ragam huruf lokal juga merupakan ciri khas tulisan Athena, beberapa di antaranya sama dengan alfabet Euboia (tetapi digolongkan sebagai jenis alfabet "merah"): yaitu Λ yang menyerupai huruf L di alfabet Latin () dan bentuk Σ yang menyerupai huruf S di alfabet Latin ().

*Upsilon juga diturunkan dari huruf waw ().

Alfabet klasik dua puluh empat huruf yang sekarang digunakan untuk mewakili alfabet Yunani baku modern pada awalnya adalah alfabet Ionia setempat. Pada abad ke-5 SM, ragam Ionia mulai umum digunakan oleh banyak penduduk Athena. Pada k. 403 SM, atas saran dari arkhon bernama Eukleides, Majelis Athena secara resmi meninggalkan alfabet Attika kuno dan mengadopsi alfabet Ionia sebagai bagian dari reformasi demokrasi setelah penggulingan Tiga Puluh Tiran. Karena peran Eukleides yang menyarankan untuk mengadopsi alfabet Ionia, alfabet Yunani baku modern dua puluh empat huruf kadang-kadang dikenal sebagai "alfabet Eukleides". Kira-kira tiga puluh tahun kemudian, alfabet Eukleides diadopsi di Boiotia dan mungkin telah diadopsi beberapa tahun sebelumnya di kerajaan Makedonia. Pada akhir abad keempat SM, alfabet Eukleides menggantikan alfabet-alfabet setempat di seluruh daerah berbahasa Yunani untuk menjadi bentuk baku alfabet Yunani.

Alfabet Yunani diturunkan menjadi aksara-aksara sebagai berikut:

Alfabet Armenia dan Alfabet Georgia diduga dibuat berdasarkan model alfabet Yunani, tetapi huruf-hurufnya sangat berbeda.[15]

PK ! Í\! 0 [Content_Types].xml ¢(  ̘]oÓ0†ï‘ø‘oQãºÀ¨é.ø¸âcã˜ä´58¶e»eı÷œ$İT¦’nxÖá&’c¿çÊ�İÄı"y>†!ö¿2åù:Ò˜òiLyª‹4¦<åFS�ú#�)OA’Æ”§BIcÊS²¤1eÚâ%BQ99Êû?/¯­‡‡3Ü«vê‰Ã@à£ÿŸİfÄĞÉ“†îĶ�æHnŞŸw/~ ÿÿ PK ! £ì‚& â _rels/.rels ¢(  ¬’ÏJ1‡ï‚ïæŞÍ¶Šˆ4Û‹½‰¬0&³»©›?$SißŞØƒº°Á3ó›�o’¬77ŠJÙ¯`YÕ Èë`¬ï¼¶O‹{™Ñƒ'GÊ°i®¯Ö/4"—¡<ؘE¡ø¬``�Rf=�Ã\…H¾tº�r9¦^FÔïØ“\Õõ�L¿ĞL˜bk¤­¹Ñ#ı�-1d”:$ZÄT¦Û²‹h1õÄ LĞÏ¥œO‰ª�AÎİş](t�ÕôôŞ‘ç9/:0yCæ¼ÆxÎhyI£iâG&F–1Q.ÅSúœĞê²oÆÃŞ½y´ãÌÕ|÷ª]¤şKHN~fó ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide7.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide8.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide9.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide10.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide6.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide5.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide4.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide3.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ppt/slides/_rels/slide2.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! c\#´À 7 ppt/slides/_rels/slide1.xml.relsŒÏ½jÃ0ğ=Ğw·W²;„,e)C§�>À!�mQ[:¹Äo�1tÈx_¿?×]îË,ş(³�AC+lt>Œ~n_ï'\08œc 1\ÌÛ¡»ÒŒ¥ñ䋪Ö0•’ÎJ±�hA–1Q¨“!æK-ó¨Ú_I}4ÍQågÌνÓ�{ׂ¸m‰^±ã0xKŸÑ®…òO„âÙ;úÆ-®¥²˜G*¤|îï–ZY#@™NíŞ5 ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide11.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide12.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide13.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide22.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide21.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide20.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide19.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide18.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide17.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide16.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide15.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! Kõ=ì½ 7 ! ppt/slides/_rels/slide14.xml.relsŒÏ½ Â0ğ]ğÂí&ÕADšºˆ 8‰>À‘\Û`›„\ûöf´ààx_¿?WŞã ^”دa-+äM°Îwî·Ój‚3z‹Cğ¤a"†C³\ÔW0—#î]dQÏúœã^)6=�È2DòeÒ†4b.eêTDóÀ�Ô¦ª¶*}ĞÌLq¶ÒÙ®AܦHÿØ¡m�¡c0Ï‘|ş¡xp–.8…g.,¦�²)¿û³¥�, šZÍŞm> ÿÿ PK ! ¤v#yŠ Ø ppt/_rels/presentation.xml.rels ¢(  ¼—ßjƒ0‡ï{ÉıŒ±ÿGµ7cĞ‹ÁغÈôÔÊ4‘$ëÖ·_h‡ØR½çòü4Ç�?“åê·m¢=[k•1',Uè²VUÆ>6ÏsY'U)­ c°l•ßß-ß ‘β»º³‘ï¢lÆvÎu�œÛb­´±î@ù+[mZé|i*ŞÉâKVÀÓ$™r3ìÁò³�Ѻ̘Y—mÜÒ[o·uOºønA¹+�ඩK𠥩ÀeìXş§óØwcü:DšQˆŠ!ˆ0ÒÅH©0Š1¢ÂHQŒqHŒÎ€}5Ú=J¡“�û~.(ú¥˜†¤p~ìà•ËSˆ¯‹YPùÙÀ»;40˜ŒAˆ‘*m ÖTÖ¨5•5º:•5j ÔÆŪ cŒbõ†1A1‚šÃ˜¢s*ŒŠAµõèŞ+¼½^¤u`.XNáÙø_†jr0²Ae2TdTC5Fe1TbTCFe°^`üì<šÿ ÿÿ PK ! ‹"ŬO æ ppt/presentation.xmlì—]oÛ †ï'í?XÜN©�¿Õ©Òu™&uRÔ´?€Ú$µŠÁÒ¥�ößø#$eR¥İæ*À{x�'è˜syµoˆ÷‚¹¨- ¼€‡iɪšnğp¿œäÀÑ Fq^± WóÏŸ.ÛY˱ÀT"©¦zʆŠ*À“”íÌ÷Eù„$.X‹©Ò6Œ7Hª.ßúG¿”}Cü0R¿A5ı|ş‘ùl³©K|ÃÊ]£–ïL8&fâ©nÅàÖ~ÄÍ>Åñ–zÁëİ£ÀrɨŠ˜«cRıDBbş£ºòdÄ««„0Îâuè‰�/pÄv@ø8À&S!t0Lm†Ğ1µ!BÅ̦3#tp<¾F�™ :Hf6¨ĞA2³Q‡’ÙÑ]t�Ìl’aG²»ìöÕ^¿yå¾ SÇA öQ¾ Í“Ütäk«Œ(9Æ4Şe‹~ުç�&&¬Â´#òïåZ¾<¿Dzlµâ}ënÅ=‚tVÃtò°î6hÇ�[Ô ~[ å‹ÈV¥D ppt/slides/slide11.xmlÄW_o9?©ßÁÚ‡¾œèI€p%Õ†„^Ô4AYòŒmX·^Û²½Ü§¿±½HH+”�Êë3ãßü<ã1?­K�VÌX®ä(é|h'ˆI¢(—ËQò8›´ ²KŠ…’l”l˜M>]¼ûã£ZAhK;Ä£¤pNÓÔ’‚•Ø~PšIX[(SbC³L©Áÿ€ÕR¤İv»—–˜Ë¤Ö7‡è«Å‚v¥HU2é¢Ãv€Ü\ÛÆš>Äš6Ì‚™ ıÒxFrA}kõÌ0æ{rõÙè\OMX¾[M âøJ�Ä%Ğ’ ´^©åâXzAè¥/,,›.®¦ô-¸‡Ö£øß„oê'ÙÚ!gÉÎ4)î_“&Åõkòi³Iº³±w."Ü÷ªÛx5ãN0ÔÙ:×€¶úV‘ïIN¢“O"Ñußê¹�cÎkãjèlñ¼JH¯}ŞkG?»ıÓŞÉà5ƒv¿ßõŞáŸ÷ºÏݸJp:áB„�YÎÇ £d2·½r”ß‘K@zèÖ—Šn¼êÚRB(e•Sîjİíš°.w .àÔşæ Ğ+°Ï+N[7W šæ(7.�•-İX0,ı ‚è”�½&À`V`£$O�æ�\ráY×aÁ27JZıó&ì›Ó Óp—ÙßY�¡Ûlvs‡ŞãRÿ….¯ïf�_P~}u“ew^ÚE�p"’N±ÁOn2ÙzÌ÷Ü<�g[€a¨Ã)7§üçyqÒäÅXI—š Q(A™A1è~!K8]ïȼ)A:§§ıAÎ;Ò9;9m2ä¬3èñáÁ¾ ×s‚°pŞ=ó†„Ì5y`´"ş.òÛ;õ†¬°ÿÓâá™ñgù­%Ü^�±¶l9B_BïYÀÆø]P¦•€*Ë,`™Vf�…[”Q«Cݯ<¨œ™yõ9?èâ%?"Â�W3DTéë4|0%˜;&k\Lp~ü˜�”WZ+Ë�2Íš© ”ÎáJ‚#ÔLT¦:"ÂKL „zp€õ j�n�á1¹<"ºûUõ#lÎ3w`QûuDûÕ¨şìmù¿‘pø–?öò-»ì—ÙĞÄǵ/ˆõ{›óëûU`îp�Ô†?MñÜÊ€U^ÂJèÉ[ëB%űjÏdóB§ü¿à’²—ÜÁ®HxHw2uEÙ,¾QË¥jGjS{´í{õ~>@ş ÿÿ PK ! cı*ä¿ Ü ppt/slides/slide20.xmlìY]�Ó8}�•ö?X~ŞiJaa©È îÀ Õ´ó\ÇI¼õ—l§Ûî¯çÚIÚn[FZD/ñ×õõ¹'ç:‰óâåR ´`Öq­Rü¨×Lj)ª3®ŠßOo.ÿÂÈy¢2"´b)^1‡_^ışÛ3t"C0[¹!Iqé½&‰£%“Äõ´a Ærm%ñĞ´E’Yò/x•"ôûOI¸ÂÍ|{Ì|�眲WšV’)_;±LÈ]É�k½™c¼Ë¸‰³ÿé "£‘…Ò™©e,ÔÔâ�53¶qøv1¶ˆgÀFŠH £¤iìê¶ †PKvdŸ´‹$[‡àj„ûQ=i£šr/z´ ®íÌ{Mç) AEê ×&uè¡4%ò+Î|pÖÖ£±²ÁÓøÖ‚g7\ˆØ°ÅìZX´ "ÅÏú�û£uL[vI;Ûıòo�­ÂÔ”5ûd(œŸøÄ[&^`ŒˆDO½mŒë[$ÈŸg—o_a4‹fÜúšR'ıµ`D…Æ>à 9¶†<+nvÌ‚lU$&'È•ÄjÅ12ÜÓò†H.`±ÜFp̧øòÙóö6»¯š˜ÄĞ‚5šŞß�nÑøõ‡Ñ»ÑÛÑmôµI”�ÊÆÄ’»5L]ŞOö˜èVğ› bÓDÙ´r‰ z8+·Yq­•‡­�€(µÈ˜EƒoÍ�-·l>“õ»5[Û¨ò:çå€oB‰ ¨OöA±BM½cYEÃvõû¡»æeãäp–Ä…ª[Øı› MßN²4qÿSƒà}“0ÌÚÛvâÔkø+Ş“=¹#¿ã=òxq‘¢¯vøÔ³|NÔIÁ�éœu $¼T�`3ÓsÏì‘[ä1Pëİç»e˜ÊOœ_»k�šG»;)¸3¥>pX¹+àŸ_ øvÙÜñîj`û%‚/%Ş*‰é‹Waş-ÖC¸…ö?£¬ôŒø¨Š~Ú-ä<0+å«ypv䮋ŠüØヌ@Ë‹³}R"Muâ<øãg\$µ;/W²wêO¬³ŠW�²ªèÄáÀ¬"~ŸÏì�ÅÙD&¹à…%»§z߃“/Ycívÿ8õ¯Ÿp`Ûü ¢Â~ æã"®$‰ƒ/ªëØe¸*ÚÃİ� xåFbM½w>�ô’úTyªÚÿGYLr•±œ+øHÃÈ2ç‰õ)VlÁ,FJglZÿA‘wZûöŒ8º Økß¡Ö¬àäO ÿÿ PK ! ��È`Õ è ppt/slides/slide21.xmlìXmOã8ş|'İ°òõ}�] Ú²*]ØElEË}w§ñÖ±-ÛéµüúÛq[ú‚X!İ—d�Ï<3ãØşôyVr4¥Ú0)ºIk¿™ *ˆÌ˜w“»ÑÅŞq‚ŒÅ"Ã\ ÚMæÔ$ŸOÿøı“ê�!-Lw“ÂZÕi4)h‰Í¾TT@_.u‰-4õ¸‘iü –¼Ñn6?6JÌDR�×O/óœúE’ª¤ÂM9¶`¹)˜2M=Mij Æ�~`Ò)xF†ˆ~÷¥°�hÀ1¡…äÕ¨ı_Y`ÙlEg[2â¤uxØ�éèØÉ’ãèè¨í5\È?4Û'íZe5ğ|“[' ¨‹^eeÎ,ÊÁõ!ÁX8şĞt@\¹¥YE\­@v4ı瀿Ù�ÚŸ´º�¥#%|�õ¸™{‚·>cÚ†¦Z{ÚLiûœb±Lw{Zí‡i=òOânÃû­‹

Bahasa Latin Dalam Penulisan Resep

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Alfabet adalah sebuah sistem tulisan yang berdasarkan lambang fonem vokal dan konsonan. Kata alfabet diambil dari bahasa Yunani, dari dua huruf pertama tulisan mereka yaitu alfa dan beta. Alfabet berbeda dengan abjad, yang biasanya tidak memiliki lambang vokal, dan berbeda dengan abugida dan aksara silabis, yang setiap hurufnya melambangkan fonem namun dalam bentuk suku kata.

Suatu fonem yang tidak dikandung dalam suatu alfabet dapat ditulis dengan dwihuruf atau tanda diakritik (akut, aksen, tilda, dsb), yang lazim terjadi dalam alfabet Latin. Contohnya dwihuruf /ng/ untuk fonem [ŋ] (konsonan sengau langit-langit belakang) dalam bahasa Indonesia; huruf N dengan tanda tilda (Ñ) untuk fonem [ɲ] (konsonan sengau langit-langit) dalam bahasa Spanyol.

Teori munculnya asal-usul alfabet melibatkan dua pencapaian penting. Pencapaian pertama dilakukan di sepanjang pantai timur Mediterania antara tahun 1700 dan 1500 SM oleh sekelompok orang yang berasal dari Fenisia. Mereka berhasil menemukan sistem penulisan konsonan yang dikenal sebagai Semit Utara. Pencapaian kedua dilakukan oleh orang Yunani, yaitu penemuan karakter-karakter untuk mewakili huruf vokal. Penemuan ini terjadi pada kisaran tahun 800 dan 700 SM. Beberapa ahli mengganggap sistem penulisan Semit sebagai suatu silabari tanpa vokal dan sistem Yunani sebagai alfabet yang sebenarnya digunakan, kedua pencapaian penting tersebut dianggap sebagai bentuk-bentuk alfabet yang digunakan hingga saat ini hampir diseluruh belahan dunia.[1]

Para sejarawan mengidentifikasi naskah Proto-Sinaitik sebagai sistem penulisan abjad pertama, terdiri dari 22 simbol yang diadaptasi dari hieroglif Mesir. Sistem simbol atau huruf ini dikembangkan oleh orang-orang yang berbicara dalam bahasa Semit di wilayah Timur Tengah skitar tahun 1700 SM. Kemudian sistem ini diperbaiki dan menyebar ke peradaban lain dan disebarkan oleh orang-orang Fenisia, mereka menyebarkan alfabet untuk masyarakat di Timur dan Asia, termasuk orang Arab, Yunani, Etruria sampai kepada wilayah barat seperti Spanyol. Alfabet yang dimulai dari Mesir inilah yang menjadi dasar dari alfabet modern yang kita kenal sekarang ini.[2]

Vokal pendek ditulis dengan satu huruf, misalnya straf, pil, wet, zon. Satu vokal yang berada di tengah dan diikuti dua kosonan diucapkan pendek, misalnya bentuk jamak straffen, pillen, bussen, wetten, zonnen.

Vokal panjang biasanya ditulis dengan dua vokal yang sama, misalnya zaak, huur, steen, boom. Vokal panjang ditulis dengan satu vokal, apabila berada di tengah dan diikuti suku kata yang lain, misalnya untuk jamak zeken,huren, stenen, bomen (diucapkan ze-ken, hu-ren, ste-nen, bo-men).